Sejarah
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) adalah referendum yang diadakan pada tahun
1969 di Papua Barat yang untuk menentukan status daerah bagian barat Pulau
Papua ini masih meninggalkan
permasalahan hingga saat ini
Yang akan kita bahas lebih lanjut yakni
mengenai Lahirnya UU No.21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus di Papua yang
menjadi permasalahan lanjutan dari Pepera 1969 . Kalau status Papua dalam
Indonesia sudah final, mengapa harus ada UU No. 21 Tahun 2001 sebagai solusi
politik yang final ?
Tentang
mengapa harus ada UU No. 21 Tahun 2001, memang harus kita akui, wilayah Papua
yang mencakup Provinsi Papua dan Papua Barat, adalah kawasan yang termasuk
paling tertinggal di Indonesia. Tentu saja, saudara-saudara kita di wilayah ini
harus mendapat perlakuan khusus agar mampu mengejar ketertinggalannya dari
wilayah-wilayah lainnya di Indonesia. Pemerintah Pusat tentu sangat menyadari
pentingnya upaya mengejar ketertinggalan itu. Inilah latar belakang terbitnya
UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otsus menurut pemerintahan Indonesia.
Latar
belakang lahirnya Otsus dimulai dari era reformasi tahun 1998, pasca tumbangnya
Presiden Soeharto. Ruang demokrasi dan kebebasan ini menjadi peluang dan
kesempatan berharga bagi seluruh rakyat Indonesia untuk menyatakan pendapat dan
pikirannya dengan bebas dan teratur. Khususnya, rakyat Papua yang sudah lama
berada dibawah kontrol Daerah Operasi Militer (DOM) yang kejam dan jahat itu
mendapat angin segar dan tidak disia-siakan kesempatan dan kebebasan ini.
Rakyat Papua dari Sorong-Merauke bangkit dan berdiri untuk menyatakan
perlawanan (resistensi) dengan mengadakan demonstrasi besar-besaran di seluruh
Tanah Papua yang diiringi dengan pengibaran bendera kebangsaan rakyat dan
bangsa Papua Barat, Bintang Pagi (Morning Star). Tujuannya ialah untuk berdiri
sendiri sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat di atas Tanah dan
Negeri leluhur orang Papua.
Selain
demonstrasi, peristiwa penting dan bersejarah adalah pertemuan Tim 100
duta-duta rakyat Papua dengan Presiden RI, Prof. Dr. B.J. Habibie pada 26
Februari 1999. Tim 100 menyampaikan bahwa permasalahan mendasar yang
menimbulkan ketidak-stabilan politik dan keamanan di Papua Barat sejak 1963
sampai sekarang ini, bukanlah semata-mata karena kegagalan pembangunan,
melainkan status politik Papua Barat yang pada 1 Desember 1961 dinyatakan
sebagai sebuah Negara merdeka di antara bangsa-bangsa lain di muka bumi.
Pernyataan tersebut menjadi alternatif terbaik bagi sebuah harapan dan
cita-cita masa depan bangsa Papua Barat,namun telah dianeksasi oleh Negara
Republik Indonesia.
Tidak saja berhenti pada pertemuan tanggal 26 Februari 1999, tetapi dilanjutkan dengan pelaksanaan Musyawarah Besar (MUBES) Papua pada 23-26 Februari 2000; Kongres Nasional II Rakyat dan bangsa Papua Barat di Gedung Olah Raga (GOR) Jayapura, 26 Mei-4 Juni 2000 yang dibiayai oleh Presiden Republik Indonesia (alm). Abdul Rahman Wahid.
Tidak saja berhenti pada pertemuan tanggal 26 Februari 1999, tetapi dilanjutkan dengan pelaksanaan Musyawarah Besar (MUBES) Papua pada 23-26 Februari 2000; Kongres Nasional II Rakyat dan bangsa Papua Barat di Gedung Olah Raga (GOR) Jayapura, 26 Mei-4 Juni 2000 yang dibiayai oleh Presiden Republik Indonesia (alm). Abdul Rahman Wahid.
Yang
benar dan pasti: UU No. 21 Tahun 2001 adalah hasil negosiasi, kompromi dan
keputusan politik antara Pemerintah Indonesia dan rakyat Papua, ketika rakyat
Papua mempersoalkan status politik dan sejarah diintegrasikan atau sejarah
aneksasi Papua ke dalam wilayah Indonesia melalui rekayasa PEPERA 1969 .
Otsus juga bukan sebagai sebuah hadiah Pemerintah Indonesia kepada rakyat Papua. Otsus juga bukan lahir karena niat baik Pemerintah Indonesia untuk memajukan rakyat Papua, melainkan kompromi politik sebagai ”win win solution” atau jalan tengah penyelesaian status politik Papua dalam wilayah Indonesia yang dipersoalkan oleh rakyat Papua selama ini. Keputusan politik yang disebut Otsus ada amanat: keberpihakan (affirmative action) , perlindungan (protection) dan pemberdayaan (empowering) .
Tapi, yang terjadi adalah dalam realitas hidup penduduk asli Papua selama sebelas tahun Otsus sangat bertolak belakang. Kelangsungan dan masa depan rakyat dan bangsa Papua Barat sangat memprihatinkan.
Otsus juga bukan sebagai sebuah hadiah Pemerintah Indonesia kepada rakyat Papua. Otsus juga bukan lahir karena niat baik Pemerintah Indonesia untuk memajukan rakyat Papua, melainkan kompromi politik sebagai ”win win solution” atau jalan tengah penyelesaian status politik Papua dalam wilayah Indonesia yang dipersoalkan oleh rakyat Papua selama ini. Keputusan politik yang disebut Otsus ada amanat: keberpihakan (affirmative action) , perlindungan (protection) dan pemberdayaan (empowering) .
Tapi, yang terjadi adalah dalam realitas hidup penduduk asli Papua selama sebelas tahun Otsus sangat bertolak belakang. Kelangsungan dan masa depan rakyat dan bangsa Papua Barat sangat memprihatinkan.
0 komentar:
Posting Komentar